Kata nikah berasal dari bahasa arab yang
berarti bertemu, berkumpul. Menurut istilah nikah ialah suatu
ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama
dalam suatu rumah tangga melalui aqad yang dilakukan menurut hukum syariat
Islam. Menurut U U No : 1 tahun 1974, Perkawinan ialah ikatan
lahir batin antara seorang pria dan
wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk rumah tangga (keluarga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
YME. Keinginan untuk menikah adalah fitrah manusia, yang berarti sifat
pembawaan manusia sebagai makhluk Allah SWT. Setiap manusia yang sudah dewasa
dan sehat jasmani rokhaninya pasti membutuhkan teman hidup yang berlainan
jenis, teman hidup yang dapat memenuhi kebutuhan biologis yang dapat dicintai
dan mencintai, yang dapat mengasihi dan dikasihi, yang dapat diajak bekerja
sama untuk mewujudkan ketentraman, kedamaian dan kesejahteraan hidup berumah
tangga.
Rasulullah SAW bersabda
Artinya :”Hai para pemuda, barang siapa diantara kamu telah sanggup
menikah, maka nikahlah. Karena nikah itu dapat menundukkan mata dan memelihara
faraj (kelamin) dan barang siapa tidak sanggup maka hendaklah berpuasa karena
puasa itu dapat melemahkan syahwat”. (HR. Bukhori Muslim)
A. HUKUM
NIKAH
Menurut
sebagian besar ulama, hukum asal nikah adalah mubah, artinya boleh dikerjakan
dan boleh ditinggalkan. Meskipun demikian ditinjau dari segi kondisi orang yang
akan melakukan pernikahan, hukum nikah dapat berubah menjadi wajib, sunat,
makruh dan haram. Adapun penjelasannya adalah sebagi berikut : 1.
Jaiz, artinya dibolehkan dan inilah yang menjadi dasar hukum nikah.
2. Wajib, yaitu orang yang telah mampu/sanggup menikah sedangkan
bila tidak menikah khawatir akan terjerumus ke dalam perzinaan. 3.
Sunat, yaitu orang yang sudah mampu menikah namun masih sanggup
mengendalikan dirinya dari godaan yang menjurus kepada perzinaan. 4.
Makruh, yaitu orang yang akan melakukan pernikahan dan telah memiliki
keinginan atau hasrat tetapi ia belum mempunyai bekal untuk memberikan nafkah
tanggungan-nya. 5. Haram, yaitu orang yang akan melakukan
perkawinan tetapi ia mempunyai niat yang buruk, seperti niat menyakiti
perempuan atau niat buruk lainnya.
B. TUJUAN
NIKAH
Secara umum tujuan pernikahan menurut Islam
adalah untuk memenuhi hajat manusia (pria terhadap wanita atau sebaliknya)
dalam rangka mewujudkan rumah tangga yang bahagia, sesuai dengan
ketentuan-ketentuan agama Islam. Secara umum tujuan pernikahan dalam Islam
dalam diuraikan sebagai berikut: 1. Untuk memperoleh kebahagiaan dan ketenangan
hidup (sakinah). Ketentraman dan kebahagiaan adalah idaman setiap orang. Nikah
merupakan salah satu cara supaya hidup menjadi bahagia dan tentram. Allah
SWT berfirman yang artinya :” Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya. “.(Ar-Rum : 21) 2. Membina rasa
cinta dan kasih sayang. Nikah merupakan salah satu cara untuk membina kasih
sayang antara suami, istri dan anak. ( lihat QS. Ar- Rum : 21) :”Dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. “.(Ar- Rum : 21)
3. Untuk memenuhi kebutuhan seksual yang syah dan diridhai Allah SWT 4.
Melaksanakan Perintah Allah swt. Karena melaksanakan perintah Allah swt maka
menikah akan dicatat sebagai ibadah. Allah swt., berfirman yang artinya
:" Maka nikahilah perempuan-perempuan yang kamu sukai". (An-Nisa' :
3) 5. Mengikuti Sunah Rasulullah saw. Rasulullah saw., mencela orang yang hidup
membujang dan beliau menganjurkan umatnya untuk menikah. Sebagaimana sabda
beliau dalam haditsnya:
Artinya
:"Nikah itu adalah sunahku, barang siapa tidak
senang dengan sunahku, maka bukan golonganku". (HR. Bukhori
dan Muslim) 6. Untuk memperoleh keturunan yang syah. Allah swt.,
berfirman yang artinya :” Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia
“. (Al-Kahfi : 46) Sebelum pernikahan berlangsung dalam agama Islam tidak mengenal
istilah pacaran akan tetapi dikenal dengan nama “khitbah”.
Khitbah atau peminangan adalah penyampaian
maksud atau permintaan dari seorang pria terhadap seorang wanita untuk
dijadikan istrinya baik secara langsung oleh si peminang atau oleh orang lain
yang mewakilinya. Yang diperbolehkan selama khitbah, seorang pria hanya
boleh melihat muka dan telapak tangan. Wanita yang dipinang berhak menerima
pinangan itu dan berhak pula menolaknya.
Apabila pinangan diterima, berarti antara yang
dipinang dengan yang meminang telah terjadi ikatan janji untuk melakukan
pernikahan. Semenjak diterimanya pinangan sampai dengan berlangsungnya
pernikahan disebut dengan masa pertunangan. Pada masa pertungan ini biasanya
seorang peminang atau calon suami memberikan suatu barang kepada yang dipinang
(calon istri) sebagai tanda ikatan cinta yang dalam adat istilah Jawa disebut
dengan peningset. Hal yang perlu disadari oleh fihak-fihak yang bertunangan
adalah selama masa pertunangan, mereka tidak boleh bergaul sebagaimana suami
istri karena mereka belum syah dan belum terikat oleh tali pernikahan.
Larangan-larang agama yang berlaku dalam
hubungan pria dan wanita yang bukan muhrim berlaku pula bagi mereka yang berada
dalam masa pertunangan. Adapun wanita-wanita yang haram dipinang dibagi menjadi
2 kelompok yaitu : - Yang haram dipinang dengan cara sindiran dan terus terang
adalah wanita yang termasuk muhrim, wanita yang masih bersuami,wanita yang
berada dalam masa iddah talak roj’i dan wanita yang sudah bertunangan. - Yang
haram dipinang dengan cara terus terang, tetapi dengan cara sindiran adalah
wanita yang berada dalam iddah wafat dan wanita yang dalam iddah talak bain
(talak tiga).
C. RUKUN
NIKAH DAN SYARATNYA.
Syah atau tidaknya suatu pernikahan bergantung
kepada terpenuhi atau tidaknya rukun serta syarat nikah.
RUKUN SYARATNYA 1. Calon Suami Beragama Islam Atas kehendak sendiri Bukan
muhrim Tidak sedang ihrom haji 2. Calon Istri Beragama Islam Tidak terpaksa
Bukan Muhrim Tidak bersuami Tidak sedang dalam masa idah Tidak sedang ihrom
haji atau umroh 3. Adanya Wali Mukallaf (Islam, dewasa, sehat akal) (Ali
Imron : 28) Laki-laki merdeka Adil Tidak sedang ihrom haji atau umroh 4. Adanya
2 Orang Saksi - Syaratnya sama dengan no : 3 5. Adanya Ijab dan Qobul Dengan
kata-kata " nikah " atau yang semakna dengan itu. Berurutan antara
Ijab dan Qobul Keterangan : - Contoh Ijab
: Wali perempuan berkata kepada pengantin laki-laki : "Aku nikahkan anak
perempuan saya bernama si Fulan binti …… dengan ....... dengan mas
kawin seperangkat sholat dan 30 juz dari mushaf Al-Qur’an".
Contoh Qobul : Calon suami menjawab:
"Saya terima nikah dan perjodohannya dengan diri saya dengan mas kawin
tersebut di depan". Bila dilafalkan dengan bahasa arab sebagai berikut :
Perempuan yang menikah tanpa seizin walinya
maka nikahnya tidak syah. Rasulullah saw, bersabda : Artinya
:"Perempuan mana saja yang menikah tanpa seizin walinya maka pernikahan
itu batal (tidak syah)". (HR. Empat Ahli Hadits kecuali Nasai). Saksi
harus benar-benar adil. Rasulullah saw., bersabda :
Artinya: "Tidak syah nikah seseorang
melainkan dengan wali dan 2 orang saksi yang
adil". (HR. Ahmad) Setelah selesai aqad nikah biasanya
diadakan walimah, yaitu pesta pernikahan. Hukum mengadakan walimah adalah sunat
muakkad. Rasulullah SAW bersabda: ”Orang yang sengaja tidak mengabulkan
undangan berarti durhaka kepada Allah dan RasulNya’. (HR. Bukhori)
D. MUHRIM
Menurut pengertian bahasa muhrim berarti yang
diharamkan. Menurut Istilah dalam ilmu fiqh muhrim adalah wanita yang haram dinikahi.
Penyebab wanita yang haram dinikahi ada 4 macam :
1. Wanita yang haram dinikahi karena keturunan
a. Ibu kandung dan seterusnya ke atas (nenek dari ibu dan nenek dari
ayah). b. Anak perempuan kandung dan seterusnya ke bawah (cucu dan
seterusnya). c. Saudara perempuan sekandung (sekandung, sebapak atau
seibu). d. Saudara perempuan dari bapak. e. Saudara perempuan dari
ibu. f. Anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya ke bawah. g.
Anak perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya ke bawah.
2. Wanita
yang haram dinikahi karena hubungan sesusuan a. Ibu yang menyusui.
b. Saudara perempuan sesusuan
3. Wanita yang haram dinikahi karena perkawainan
a. Ibu dari isrti (mertua) b. Anak tiri (anak dari istri dengan suami
lain), apabila suami sudah kumpul dengan ibunya. c. Ibu tiri (istri dari ayah),
baik sudah di cerai atau belum. Allah SWT berfirman: Artinya: “Dan janganlah
kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa
yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan
seburuk-buruk jalan (yang ditempuh)”. (An-Nisa: 22) d. Menantu (istri dari anak
laki-laki), baik sudah dicerai maupun belum.
4. Wanita yang haram dinikahi karena mempunyai
pertalian muhrim dengan istri. Misalnya haram melakukan poligami (memperistri
sekaligus) terhadap dua orang bersaudara, terhadap perempuan dengan bibinya,
terhadap seorang perempuan dengan kemenakannya. (lihat An-Nisa : 23) Wali nikah
di bagi menjadi 2 macam yaitu wali nasab dan wali hakim :
1) Wali nasab yaitu wali yang mempunyai pertalian
darah dengan mempelai wanita yang akan dinikahkan. Adapun Susunan urutan wali
nasab adalah sebagai berikut :
a) Ayah kandung, ayah tiri tidak syah jadi wali
b) Kakek (ayah dari ayah mempelai perempuan) dan
seterusnya ke atas.
c) Saudara laki-laki sekandung.
d) Saudara laki-laki seayah.
e) Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung.
f) Anak
laki-laki dari saudara laki-laki seayah.
g) saudara
laki-laki ayah yang seayah dengan ayah.
h) Anak
laki-laki dari sdr laki-laki ayah yang sekandung dengan ayah.
i) Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah yang
seayah dengan ayah.
2) Wali hakim, yaitu seorang kepala Negara yang
beragama Islam. Di Indonesia, wewenang presiden sebagai wali hakim di limpahkan
kepada pembantunya yaitu Menteri Agama. Kemudian menteri agama mengangkat
pembantunya untuk bertindak sebagai wali hakim, yaitu Kepala Kantor Urusan
Agama Islam yang berada di setiap kecamatan. Wali hakim bertindak sebagai
wali nikah apabila memenuhi kondisi sebagai berikut :
a) Wali nasab benar-benar tidak ada.
b) Wali yang lebih dekat (aqrob) tidak memenuhi
syarat dan wali yang lebih jauh (ab’ad) tidak ada.
c) Wali aqrob bepergian jauh dan tidak memberi
kuasa kepada wali nasab urutan berikutnya untuk berindak sebagai wali nikah.
d) Wali nasab sedang berikhram haji atau umroh.
e) Wali nasab menolak bertindak sebagi wali nikah.
f) Wali yang lebih dekat masuk penjara sehingga
tidak dapat berintak sebagai wali nikah.
g) Wali yang lebih dekat hilang sehingga tidak
diketahui tempat tinggalnya. Wali hakim berhak untuk bertindak sebagai wali
nikah, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang artinnya :”Dari Aisyah r.a.
berkata, Rasulullah SAW bersabda : Tidak sah nikah seseorang kecuali dengan
wali dan dua orang saksi yang adil, jika wali-wali itu menolak jadi wali nikah
maka sulthan (wali hakim) bertindak sebagi wali bagi orang yang tidak mempunyai
wali”.(HR. Darulquthni)
E. KEWAJIBAN
SUAMI ISTRI
Agar tujuan pernikahan tercapai, suami istri
harus melakukan kewajiban-kewajiban hidup berumah tangga dengan sebaik-baiknya
dengan landasan niat ikhlas karena Allah SWT semata. Allah SWT berfirman yang
artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah
telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain dan karena laki-laki
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”. (An-Nisa : 34).
Rasulullah SAW juga bersabda yang artinya:
“Istri adalah penaggung jawab rumah tangga suami istri yang bersangkutan”. (HR.
Bukhori Muslim). Secara umum kewajiban suami istri adalah sebagi berikut :
Ø Kewajiban Suami
Kewajiban
suami yang terpenting adalah : Memberi nafkah, pakaian dan tempat tinggal
kepada istri dan anak-anaknya sesuai dengan kemampuan yang diusahakan secara
maksimal.(lihat At-Thalaq:7) Bergaul dengan istri secara makruf, yaitu
dengan cara yang layak dan patut
misalnya dengan kasih sayang, menghargai,
memperhatikan dan sebagainya. Memimpin keluarga, dengan cara membimbing,
memelihara semua anggota keluarga dengan penuh tanggung jawab. (Lihat
An-Nisa : 34) Membantu istri dalam tugas sehari-hari, terutama dalam mengasuh
dan mendidik anak-anaknya agar menjadi anak yang shaleh. (At-Tahrim:6)
Ø Kewajiban Istri
Kewajiban
istri adalah patuh dan taat pada suami dalam batas-batas yang sesuai dengan
ajaran Islam. Perintah suami yang bertentangan dengan ajaran Islam tidak wajib
di taati. Memelihara dan menjaga kehormatan diri dan keluarga serta harta benda
suami. Mengatur rumah tangga dengan baik sesuai dengan fungsi
ibu sebagai kepala rumah tangga. Memelihara dan mendidik anak
terutama pendidikan agama. Allah swt, berfirman yang artinya :"Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka". (At-Tahrim : 6) Bersikap hemat, cermat, ridha dan syukur serta
bijaksana pada suami.
F. TALAK
1. Pengertian dan Hukum Talak Menurut bahasa talak
berarti melepaskan ikatan. Menurut istilah talak ialah lepasnya ikatan
pernikahan dengan lafal talak. Asal hukum talak adalah makruh, sebab merupakan
perbuatan halal tetapi sangat dibenci oleh Allah swt.
Nabi Muhammad saw, bersabda :
Artinya : "Perbuatan halal tetapi paling
dibenci oleh Allah adalah talak". (HR. Abu Daud).
Hal-hal yang harus dipenuhi dalam talak ( rukun
talak) ada 3 macam :
a) Yang menjatuhkan talak(suami), syaratnya:
baligh, berakal dan kehendak sendiri.
b) Yang dijatuhi talak adalah istrinya.
c) Ucapan talak, baik dengan cara sharih (tegas)
maupun dengan cara kinayah (sindiran). Cara sharih, misalnya “saya talak
engkau!” atau “saya cerai engkau!”. Ucapan talak dengan cara sharih tidak
memerlukan niat.
Jadi kalau suami mentalak istrinya dengan cara
sharih, maka jatuhlah talaknya walupun tidak berniat mentalaknya. Cara kinayah,
misalnya “Pulanglah engkau pada orang tuamu!”, atau “Kawinlah engkau dengan
orang lain, saya sudah tidak butuh lagi kepadamu !”, Ucapan talak cara kinayah
memerlukan niat. Jadi kalau suami mentalak istrinya dengan cara kinayah,
padahal sebenarnya tidak berniat mentalaknya, maka talaknya tidak jatuh.
2. Lafal
dan Bilangan Talak Lafal talak dapat diucapkan/dituliskan dengan
kata-kata yang jelas atau dengan kata-kata
sindiran. Adapun bilangan talak maksimal 3 kali, talak satu dan talak dua masih
boleh rujuk (kembali) sebelum habis masa idahnya dan apabila
masa idahnya telah habis maka harus dengan akad nikah lagi. (lihat Al-Baqoroh
: 229). Pada talak 3 suami tidak boleh rujuk dan
tidak boleh nikah lagi sebelum istrinya itu nikah dengan
laki-laki lain dan sudah digauli serta telah ditalak oleh suami keduanya
itu".
3. Macam-Macam Talak Talak dibagi menjadi 2 macam
yaitu :
a) Talak Raj'i yaitu talak
dimana suami boleh rujuk tanpa harus dengan akad nikah lagi. Talak
raj’I ini dijatuhkan suami kepada istrinya untuk pertama kalinya atau kedua
kalinya dan suami boleh rujuk kepada istri yang telah ditalaknya selam masih
dalam masa iddah.
b) Talak Bain. Talak bain dibagi menjadi 2 macam
yaitu talak bain sughro dan talak bain kubra. Talak bain sughro
yaitu talak yang dijatuhkan kepada istri yang belum dicampuri dan talak khuluk
(karena permintaan istri). Suami istri boleh rujuk dengan cara akad
nikah lagi baik masih dalam masa idah atau sudah habis masa idahnya. Talak bain
kubro yaitu talak yang dijatuhkan suami sebanyak tiga kali (talak tiga) dalam
waktu yang berbeda.
Dalam talak ini suami tidak boleh rujuk atau
menikah dengan bekas istri kecuali dengan syarat: Bekas istri telah
menikah lagi dengan laki-laki lain Telah dicampuri dengan suami yang baru.
Telah dicerai dengan suami yang baru. Telah selesai masa idahnya setelah
dicerai suami yang baru.
4. Macam-macam Sebab Talak Talak bisa terjadi
karena :
· Ila' yaitu sumpah seorang suami bahwa ia tidak
akan mencampuri istrinya. Ila' merupakan adat arab jahiliyah. Masa tunggunya
adalah 4 bulan. Jika sebelum 4 bulan sudah kembali maka suami harus menbayar
denda sumpah. Bila sampai 4 bulan/lebih hakim berhak memutuskan untuk memilih
membayar sumpah atau mentalaknya.
· Lian,
yaitu sumpah seorang suami yang menuduh istrinya berbuat zina. sumpah itu
diucapkan 4 kali dan yang kelima dinyatakan dengan kata-kata : "Laknat
Allah swt atas diriku jika tuduhanku itu dusta". Istri juga dapat menolak
dengan sumpah 4 kali dan yang kelima dengan kata-kata: "Murka Allah swt,
atas diriku bila tuduhan itu benar".
· Dzihar, yaitu ucapan suami kepada istrinya yang
berisi penyerupaan istrinya dengan ibunya seperti : "Engkau seperti
punggung ibuku ". Dzihar merupakan adat jahiliyah yang dilarang Islam
sebab dianggap salah satu cara menceraikan istri.
· Khulu'
(talak tebus) yaitu talak yang diucapkan oleh suami dengan cara istri membayar
kepada suami. Talak tebus biasanya atas kemauan istri. Penyebab talak
antara lain : Istri sangat benci kepada suami. Suami tidak dapat memberi nafkah.
Suami tidak dapat membahagiakan istri.
· Fasakh, ialah rusaknya ikatan perkawinan karena
sebab-sebab tertentu yaitu : Karena rusaknya akad nikah seperti : diketahui
bahwa istri adalah mahrom suami. Salah seorang suami / istri keluar dari ajaran
Islam. Semula suami/istri musyrik kemudian salah satunya masuk Islam. Karena
rusaknya tujuan pernikahan, seperti : Terdapat unsur penipuan, misalnya mengaku
laki-laki baik ternyata penjahat. Suami/istri mengidap penyakit yang dapat
mengganggu hubungan rumah tangga. Suami dinyatakan hilang. Suami dihukum
penjara 5 tahun/lebih.
5. Hadhonah. Hadhonah artinya mengasuh dan
mendidik anak yang masih kecil. Jika suami/istri bercerai maka yang
berhak mengasuh anaknya adalah :
· Ketika masih kecil adalah ibunya dan biaya tanggungan
ayahnya.
· Jika si ibu telah menikah lagi maka hak
mengasuh anak adalah ayahnya.
G.
IDDAH
Secara bahasa iddah berarti
ketentuan. Menurut istilah iddah ialah masa menunggu bagi seorang wanita yang
sudah dicerai suaminya sebelum ia menikah dengan laki-laki lain. Masa iddah
dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada bekas suaminya apakah dia akan
rujuk atau tidak.
1. Lamanya Masa Iddah.
a. Wanita yang sedang hamil masa idahnya sampai
melahirkan anaknya. (Lihat QS. At-Talak :4)
b. Wanita yang tidak hamil, sedang ia
ditinggal mati suaminya maka masa idahnya 4 bulan 10 hari. (lihat
QS. Al-Baqoroh ayat 234)
c. Wanita yang dicerai suaminya sedang ia dalam
keadaan haid maka masa idahnya 3 kali quru' (tiga kali suci). (lihat
QS. Al-Baqoroh : 228)
d. Wanita yang tidak haid atau belum haid masa
idahnya selama tiga bulan. (Lihat QS, At-Talaq :4 )
e. Wanita yang dicerai
sebelum dicampuri suaminya maka baginya
tidak ada masa iddah. (Lihat QS. Al-Ahzab : 49)
2. Hak Perempuan Dalam Masa Iddah.
a. Perempuan yang taat dalam iddah raj'iyyah
(dapat rujuk) berhak mendapat dari suami yang mentalaknya: tempat
tinggal, pakaian, uang belanja. Sedang wanita yang durhaka tidak berhak
menerima apa-apa.
b. Wanita dalam iddah bain (iddah talak 3 atau
khuluk) hanya berhak atas tempat tinggal saja. (Lihat QS. At-Talaq
: 6)
c. Wanita dalam iddah wafat tidak mempunyai hak
apapun, tetapi mereka dan anaknya berhak mendapat harta warits suaminya.
H.
RUJUK.
Rujuk artinya kembali. Maksudnya ialah
kembalinya suami istri pada ikatan perkawinan setelah terjadi talak raj'i
dan masih dalam masa iddah. Dasar hukum rujuk adalah QS.
Al-Baqoroh: 229, yang artinya sebagai berikut: "Dan suami-suaminya berhak
merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki
rujuk".
1. Hukum Rujuk.
v Mubah, adalah asal hukum rujuk.
v Haram, apabila si istri dirugikan serta lebih
menderita dibanding sebelum rujuk.
v Makruh, bila diketahui meneruskan perceraian
lebih bermanfaat.
v Sunat, bila diketahui rujuk lebih bermanfaat
dibanding meneruskan perceraian.
v Wajib, khusus bagi laki-laki yang beristri
lebih dari satu.
2. Rukun
Rujuk
v Istri, syaratnya : pernah digauli, talaknya
talak raj'i dan masih dalam masa iddah.
v Suami, syaratnya : Islam, berakal sehat dan
tidak terpaksa.
v Sighat (lafal rujuk).
v Saksi, yaitu 2 orang laki-laki yang adil.
I.
PERKAWINAN
MENURUT UU No: 1 tahun 1974. 1.
Garis besar Isi UU No : 1 tahun 1974.UU No : 1
tahun 1974 tentang Perkawinan terdiri dari 14 Bab dan 67 Pasal. 2.
Pencatatan Perkawinan. Dalam pasal 2 ayat 2 dinyatakan
bahwa : "Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku". Ketentuan tentang pelaksanaan pencatatan
perkawinan ini tercantun dalam PP No : 9 Tahun 1975 Bab II pasal 2 sampai 9.
3. Syahnya Perkawinan. Dalam pasal 2 ayat 1
ditegaskan bahwa : "Perkawina adalah syah apabila dilakukan
menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya itu".
4. Tujuan Pekawinan. Dalam Bab 1 pasal
1 dijelaskan bahwa tujuan perkawina adalah untuk membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa. 5. Talak.
Dalam Bab VIII pasal 29 ayat
1 dijelaskan bahwa : "Perceraian hanya dapat dilakukan di
depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan
berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah fihak. 6.
Batasan Dalam Berpoligami. · Dalam
pasal 3 ayat 1 diljelaskan bahwa :"Pada dasarnya dalam suatu perkawinan
seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri. Seorang
wanita hanya boleh mempunyai seorang suami". ·
Dalam pasal 4 dan 5 ditegaskan bahwa dalam hal
seorang suami akan beristri lebih dari seorang ia wajib mengajukan permohonan
kepada pengadilan di daerah tempat tinggalnya. ·
Pengadilan hanya memberi ijin
berpoligami apabila : Ø Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya
sebagai istri. Ø Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak bisa
disembuhkan. Ø Istri tidak dapat melahirkan keturunan. Ø Dalam
pengajuan berpoligami harus dipenuhi syarat-syarat : Ø Adanya
persetujuan dari istri. Ø Adanya kepastian bahwa
suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak
mereka. Ø Adanya jaminan bahwa suami akan
belaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka.
J.
RANGKUMAN
-
Nikah ialah suatu ikatan lahir batin antara
seorang laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga
melalui aqad yang dilakukan menurut hukum syariat Islam. -
hukum nikah dapat berubah menurut situasi dan kondisi,
bisa menjadi wajib, sunat, makruh dan bisa juga menjadi haram. -
Agar tercapai kebahagiaan yang sebenarnya yaitu keluarga
yang sakinah, mawaddah dan warahmah, seorang muslim dalam pernikahan harus
memenuhi syarat dan rukun nikah. - Talak
adalah suatu perbuatan yang halal tapi sangat dibenci oleh Allah SWT. -
Iddah ialah masa menunggu bagi seorang wanita yang
sudah dicerai suaminya sebelum ia menikah dengan laki-laki lain. Masa iddah
dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada bekas suaminya apakah dia akan
rujuk atau tidak.
KAMUS ISTILAH
a. Nikah =
bertemu
b. Muhrim =
orang yang haram dinikahi
c. Talak =
melepaskan
d. Sharih = tegas
e. Kinayah =
sindiran
f.
Hadhonah = mengasuh anak
Posting Komentar