BAB III KELAS XI MA KEAGAMAAN
SEMESTER 1 2015/2016
1) Hadits Mutawatir
a) Definisi hadits mutawatir
Mutawatir menurut bahasa adalah, mutatabi yakni sesuatu yang datang
berikut dengan kita atau yang beriringan antara satu dengan lainnya
tanpa ada jaraknya.[1
Sedangkan hadits mutawatir menurut istilah terdapat beberapa formulasi definisi, antara lain sebagai berikut :
- Hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah orang yang menurut adat mustahil mereka bersepakat terlebih dahulu untuk berdusta.
Sementara itu Nur ad-Din Atar mendefinisikan :
- Hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang terhindar dari kesepakatan mereka untuk berdusta (sejak awal sanad) sampai akhir sanad dengan didasarkan panca indra.[2]
Habsy As-Sidiqie dalam bukunya Ilmu Musthalah al hadits
mendefinisikan hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan
berdasarkan pengamatan panca indra orang banyak yang menurut adat
kebiasaan mustahil untuk berbuat dusta.
b) Syarat- syarat hadits mutawatir
- Pewartaan yang disampaikan oleh rawi-rawi tersebut harus berdasarkan tanggapan panca indra. Yakni warta yang mereka sampaikan itu benar-benar hasil penglihatan atau pendengaran sendiri.
- Jumlah rowi-rowinya harus mencapai suatu ketentuan yang tidak memungkinkan mereka bersepakat untuk berbohong. Ulama hadis berbeda pendapat tentang berapa jumlah bilangan rawinya untuk dapat dikatakan sebagai hadis mutawatir. Ada yang mengatakan harus empat rawi, sebagian lagi ada yang mengatakan bahwa jumlahnya minimal lima orang, seperti tertera dalam ayat-ayat yang menerangkan mengenai mula’anah. Ada yang minimal sepuluh orang, sebab di bawah sepuluh masih dianggap satuan atau mufrad, belum dinamakan jama’, ada yang minimal dua belas orang, ada yang dua puluh orang, ada juga yang mengatakan minimal empat puluh orang, ada yang tujuh puluh orang, dan yang terakhir berpendapat minimal tiga ratus tiga belas orang laki-laki dan dua orang perempuan, seperti jumlah pasukan muslim pada waktu Perang Badar. Kemudian menurut as-Syuyuti bahwa hadis yang layak disebut mutawatir yaitu paling rendah diriwayatkan oleh sepuluh orang.
- Adanya keseimbangan jumlah antara rawi-rawi dalam thabaqoh pertama dengan jumlah rawi-rawi dalam thobaqoh berikutnya. Oleh karena itu, kalau suatu hadits diriwayatkan oleh sepuluh sahabat umpamanya, kemudian diterima oleh lima orang tabi’I dan seterusnya hanya diriwayatkan oleh dua orang tabi’it-tabi’in, bukan hadits mutawatir. Sebab jumlah rawi-rawinya tidak seimbang antara thabaqoh pertama, kedua dan ketiga.[3]
c) Pembagian hadits mutawatir
Para ahli ushul membagi hadits mutawatir kepada dua bagian. Yakni mutawatir lafdzi dan mutawatir ma’nawi.
- Hadits mutawatir lafdzi adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang susunan redaksi dan ma’nanya sesuai benar antara riwayat yang satu dengan yang lainnya. Contoh hadits mutawatir lafdzi adalah:
حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ
عُبَيْدٍ عَنْ عَلِيِّ بْنِ رَبِيعَةَ عَنْ الْمُغِيرَةِ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ كَذِبًا عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ نِيحَ عَلَيْهِ يُعَذَّبُ بِمَا نِيحَ عَلَيْهِ
artinya”Barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka tempat tinggalnya adalah neraka”.
Hadis ini diriwayatkan oleh lebih dari enam puluh dua sahabat dengan
teks yang sama, bahkan menurut As-Syuyuti diriwayatkan lebih dari dua
ratus sahabat.[4
- Hadits mutawatir ma’nawi adalah hadits yang rawi-rawinya berlainan dalam menyusun redaksi pemberitaanya, tetapi berita yang berlainan tersebut terdapat pesesuaian pada prinsipnya. Contoh hadits ini adalah hadits yang menerangkan kesunnahan mengangkat tangan ketika berdoa. Hadits ini berjumlah sekitar seratus hadits dengan redaksi yang berbeda-beda, tetapi mempunyai titik persamaan, yaitu keadaan Nabi Muhammad mengangkat tangan saat berdo’a.
d) Faedah hadits mutawatir
Hadits mutawatir itu memberikan faedah ilmu dhoruri, yakni keharusan
untuk menerimanya dan mengamalkan sesuai dengan yang diberitakan oleh
hadits mutawatir tersebut hingga membawa pada keyakinan qoth’I (pasti).
Ibnu Taymiyah mengatakan bahwa suatu hadits dianggap mutawtir oleh
sebagian golongan membawa keyakinan pada golongan tersebut, tetapi tidak
bagi golongan lain yang tidak menganggap bahwa hadits tersebut
mutawatir. Barang siapa telah meyakini ke-mutawatir-an hadits diwajibkan
untuk mengamalkannya sesuai dengan tuntutannya. Sebaliknya bagi mereka
yang belum mengetahui dan meyakini kemutawatirannya, wajib baginya
mempercayai dan mengamalkan hadits mutawatir yang disepakati oleh para
ulama’ sebagaimana kewajiban mereka mengikuti ketentuan-ketentuan hokum
yang disepakati oleh ahli ilmu.[5]
Para perawi hadits mutawatir tidak perlu dipersoalkan, baik mengenai
kesdilan maupun kedhobitannya, sebab dengan adanya persyaratan yang
begitu ketat, sebagaimana telah ditetapkan diatas, menjadikan mereka
tidak munkin sepakat melakukan dusta.
2) Hadits Ahad
a) Definisi hadits ahad
Kata ahad atau wahid berdasarkan segi bahasa berarti satu, maka
khobar ahad atau khobar wahid berarti suatu berita yang disampaikan oleh
orang satu.[6]
Adapun yang dimaksud hadits ahad menurut istilah, banyak didefinisikan oleh para ulama’, antara lain:
- Hadits ahad adalah khobar yang jumlah perowinya tidak sebanyak jumlah perowi hadits mutawatir, baik perowi itu satu, dua, tiga, empat, lima dan seterusnya yang memberikan pengertian bahwa jumlah perawi tersebut tidak mencapai jumlah perowi hadits mutawatir.
Ada juga ulama’ yang mendefinisikan hadits ahad secara singkat yaitu: hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits mutawatir.
Muhammad Abu Zarhah mendefinisikan hadis ahad yaitu tiap-tiap khobar
yang yang diriwayatkan oleh satu,dua orang atau lebih yang diterima oleh
Rosulullah dan tidak memenuhi persyaratan hadits mutawatir.
Abdul Wahab Khallaf mendefinisikan hadits ahad adalah hadits yang
diriwayatkan oleh satu, dua, atau sejumlah orang tetapi jumlahnya
tersebut tidak mencapai jumlah perawi hadits mutawatir. Keadaan perawi
seperti ini terjadi sejak perawi pertama sampai perawi terakhir.
b) Pembagian hadits ahad
Para muhadditsin membagi atau memberi nama-nama tertentu bagi hadits
ahad mengingat banyak sedikitnya rawi-rawi yang berada pada tiap-tiap
thabaqot, yaitu Hadits Masyhur, Hadits Aziz, dan Hadits Ghorib.[7]
a. Hadits Masyhur
Adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga rowi atau lebih dan tidak
sampai pada batasan mutawatir. Ibnu Hajar mendefinisikan hadits masyhur
secara ringkas, yaitu hadits yang mempunyai jalan terhingga, tetapi
lebih dari dua jalan dan tidak sampai kepada batas hadits mutawatir.
Hadits ini dinamakan masyhur karena telah tersebar luas dikalangan
masyarakat. Ada ulama’ yang memasukkan seluruh hadits yang popular dalam
masyarakat, sekali pun tidak mempunyai sanad, baik berstatus shohih
atau dhi’if ke dalam hadits masyhur. Ulama’ Hanafiah mengatakan bahwa
hadits masyhur menghasilkan ketenangan hati, kedekatan pada keyakinan
dan kwajiban untuk diamalkan, tetapi bagi yang menolaknya tidak
dikatakan kafir.
Contoh hadits masyhur:
حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ قَالَ
حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي السَّفَرِ
وَإِسْمَاعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَاعَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ
لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ
Hadis tersebut sejak tingkatan pertama (sahabat) sampai ketingkat
imam-imam yang membukukan hadis (dalam hal ini adalah Bukhari, Muslim
dan Tirmidzi) diriwayatkan tidak kurang dari tiga rawi dalam setiap
tingkatan.
- Hadis Masyhur ini ada yang berstatus Sahih, Hasan dan Dhaif. Yang dimaksud dengan hadis masyhur sahih adalah hadis masyhur yang telah mencapai ketentuan-ketentuan hadis sahih baik pada sanad maupun matannya, seperti hadis dari Ibnu Umar:
اذ ا جاءكم الجمعمة فليفسل
Sedangkan yang dimaksud dengan hadis masyhur hasan adalah apabila
telah mencapai ketentuan hadis hasan, begitu juga dikatakan dhoif jika
tidak memenuhi ketentuan hadis sahih.[8]


Posting Komentar