RIJALUL HADITS
(RAWI)
DEFINISI RAWI
الراوي في لغة : الذى يروي الحديث و نحوه( المنوز: ٥٩٠
Kata rawi atau ar-rawi berarti orang yang
meriwayatkan atau memberikan hadits ( naqil al-hadits).
Sebenarnya, sanad dan rawi itu merupakan dua
istilah yang tidak dapat dipisahkan. Sanad-sanad hadits pada tiap tabaqah-nya,
juga disebut rawi, jika yang dimaksud dengan rawi adalah orang yang
meriwayatkan dan memindahkan hadits. Akan tetapi, yang membedakan antara rawi
dan sanad terletak pada pembukuan atau pen-tadwin-an hadits. Orang yang
menerima hadits dan kemudian menghimpunnya dalam suatu kitab tadwin disebut
perawi. Dengan demikian, maka perawi dapat disebut mudawwin (orang yang
membukukan dan menghimpun hadits).
Ilmu Rijalil Hadits adalah salah satu dari ilmu-ilmu hadits yang
sangat penting. Ilmu hadits, melengkapi sanad dan matan. Orang-orang sanad
itulah perawih-perawih hadits. Maka merekalah pokok pembicaraan ilmu Rijalul
Hadits yang merupakan salah satu dari dua tepi ilmu hadits. Lantataran inilah
para ulama sangat mementingkan ilmu ini.
Ilmu Rijalul hadis terbagi atas dua ilmu yang besar:
1.
Ilmu Tarikhir Ruwah : Ilmu sejarah
perawi-perawi hadits.
2.
Ilmu jahri wat Ta’dil : Ilmu yang
menerangkan adil tidaknya perawi hadits.
Maka Ilmu Tarikhir Ruwah ialah :
“ ilmu yang mengenalkan kepada kita perawi-perawi hadits dari segi
mereka meriwayatkan hadits. Maka ilmu ini menerangkan keadaan-keadaan perawi,
hari kelahirannya, kewafatannya, guru-gurunya, masa mulai mendengar hadits dan
orang-orang yang meriwayatkan hadits dari padanya, negrinya, tempat
kediamannya, perlawatan-perlawatnnya, sejarah kedatangannya ketempat-tempat
yang dikunjungi dan segala yang berhubungan dengan urusan hadits”.
CONTOH RAWI
حدثنا محمد بن
معمر بن ربعي القيس، حدثنا أبو هشام المحزومي عن عبد الواحد وهو ابن زياد حدثنا
عثمان بن حكيم حدثنا محمد ابن المنكدر عن عمران عن عثمان بن عفان قال ؛ قال رسول
الله صلي الله عليه و سلم ؛ من توضأ فأحسن الوضوء خرجت خطاياه من جسده حتي تخرج من
تحت أظفاره.(رواه مسلم)
Artinya:
“ Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Ma’mur bin Rabi’i
al-Qaisi, katanya telah menceritakan kepadaku Abu Hisyama al-Mahzumi dari Abu
Al-Wahid yaitu Ibnu Ziyad, katanya telah menceritakan kepadaku ‘Utsman bin
Hakim, katanya telah menceritakan kepadaku Muhammad al-Munqadir, dari ‘Amran,
dari ‘Utsman bin Affan r.a. ia berkata” Barang siapa yang berwudu’ dengan
sempurna (sebaik-baiknya wudu’), keluarlah dosa-dosanya dari seluruh badannya,
bahkan dari bawah kukunya”(H.R. MUSLIM).
Dari nama Muhammad bin Ma’mur bin Rabi’il al-Qaisi sampai dengan
‘Utsman bin ‘Affan ra. adalah sanad dari hadits tersebut. Mulai kata
“man tawadha’a” sampai dengan kata “tahta azhfarihi”, adalah matannya,
sedangkan Imam Muslim yang dicatat diujung hadits adalah perawinya, yang
juga disebut mudawwin.
A.
SYARAT-SYARAT RIJALUL HADITS
1.
Islam
2.
Baligh
3.
‘Adil
4.
Dhabith
B.
KEGUNAAN
Dari definisi yang telah dikemukakan, dapat diketahui bahwa ilmu
rijal al-hadits berkaitan dengan hal ihwal para periwayat hadits. Karena itu,
ilmu ini mengambil porsi tertentu dalam bahasan ilmu hadits. Ilmu ini sangat
diperlukan dalam penelitian sanad Hadits, yang kegunaannya antara lain adalah
sebagai berikut.
Dengan ilmu ini penelitian sanad Hadits dapat dilakukan, karena
ilmu ini merupakan data yang lengkap mengenai para periwayat Hadits, baik
biografi mereka,maupun kualitas pribadi mereka.kiranya sulit dibayangkan, kalau
seseorang sekarang ini ingin meneliti sanad Hadits, tanpa menggunakan ilmu ini,
mengingat bahwa para periwayat itu sendiri sudah ribuan tahun meninggal dunia.
Bahasan Hadits mencakup sanad dan matan, ilmu ini berguna untuk
mendalami pengetahuan tentang sanad, dengan menguasai sanad hadits, berarti
mengetahui separuh ilmu hadits. Seorang pengkaji hadits
belumlah dianggap lengkap ilmunya tentang hadits, kalau hanya mempelajari
matannya, sebelum mempelajari juga sanadnya.
Sejarah merupakan senjata terbaik yang digunakan oleh ulama dalam
menghadapi para pendusta. Sufywan Al Tsaury mengatakan : “Sewaktu
para perawi menggunakan kedustaan, maka kami menggunakan sejarah untuk melawan
mereka.”
Ulama tidak cukup hanya menunjukkan urgensi mengetahui sejarah para
perawi, tetapi mereka sendiri juga mempraktekkan hal itu. Contoh mengenai hal
itu sangat banyak, sampai tak terhitung.
Antara lain yang diriwayatkan oleh ‘Ufair ibn Ma’dan Al Kala’yi,
katanya : Umar ibn Musa datang kepada kami di Himsh. Lalu kami
berkumpul di mesjid. Lalu beliau berkata : “Telah meriwayatkan kepada kami guru
kalian yang shaleh.” Ketika sering mengungkap kata itu, aku bertanya kepadanya
: “Siapa yang anda maksud guru kami yang shaleh? Sebutlah namanya agar kami
bisa mengenalnya.” Ia menjawab : “Khalid Ibn Ma’dan.” Aku bertanya
kepadanya : “Tahun berapa anda bertemu dengannya?” Ia menjawab : “Aku bertemu
dengannya pada tahun seratus delapan.” Aku bertanya lagi : “Di mana anda
bertemu dengannya?” Ia berkata : “Aku bertemu di dalam peperangan Armenia.”
Lalu aku bertanya kepadanya : “Bertakwalah kepada Allah, wahai Syeikh dan
jangan berdusta. Khalid ibn Ma’dan wafat tahun seratus empat. Jadi anda mengaku
bertemu dengannya empat tahun sesudah ia meninggal.” Aku tambahkan pula,
ia tidak turut serta dalam peperangan ke Armenia. Dia hanya ikut dalam perang
Romawi.
Dengan ilmu ini kita dapat mengetahui, keadaan para perawi yang
menerima hadits dari Rasulullah dan keadaan perawi yang menerima hadits dari
sahabat dan seterusnya.
Dan juga dengan ilmu ini, dapat ditentukan kualitas serta tingkatan
suatu hadis dalam permasalahan sanad hadis.
Dalam sejarah islam, pada akhir masa pemerintahan Ali bin Abi
Tholib, pemalsuan Hadits mulai ada dan pada masa pemerintahan Bani Umayyah
–sampai akhir abadpertama Hijriyah- pemalsuan itu berkembang pesat. Untuk
menjaring Hadits-hadits palsu itu ilmu rijal al-hadits dapat dipergunakan.
Jadi dapat diketahui bahwa ilmu rijal hadis berguna untuk
mengetahui tentang para perawi yang ada dalam tingkatan sanad hadis. Dengan
mengatahui para perawi itu akan dapat mencegah terjadinya pemalsuan hadis,
penambahan matan hadis, juga dapat mengetahui tingkatan keshahihan tiap-tiap
hadis yang ditemui.
C.
LATAR BELAKANG PENTINGNYA
Ilmu Rijal Hadis ini lahir bersama-sama dengan periwayatan hadis
dalam Islam dan mengambil porsi khusus untuk mempelajari
persoalan-persoalan di sekitar sanad. Ulama memberikan perhatian yang sangat
serius terhadapnya agar mereka dapat mengetahui tokoh-tokoh yang ada dalam
sanad. Ulama akan menanyakan umur para perawi, tempat mereka, sejarah mendengar
( belajar ) mereka dari para guru,disamping bertanya tentang para perawi itu
sendiri. Hal itu mereka lakukan demi mengetahui keshahihan sima’ yang
dikatakan oleh perawi dan demi mengetahui sanad-sanad yang muttashil dari
yang terputus, yang mursal, dari yang marfu’ dan lain-lain.
Banyak hal yang menyebabkan sejarah para periwayat hadis menjadi
objek kajian dalamIlmu Rijal Al Hadis, diantaranya adalah :
1.
Tidak seluruh hadis tertulis pada
zaman Nabi
Hadis yang ada ditulis pada masa Nabi sangat minim sekali, padahal
yang menerima hadis sangat banyak orangnya. Hal ini menyebabkan banyaknya
terjadi kekeliruan dalam penyampaian hadis selanjutnya. Hadis yang disampaikan
itu kadang dalam penyampaiannya mengalami perubahan-perubahan redaksi sehingga
menyebabkan hadis tersebut menjadi rendah tingkatannya. Oleh karena itu dalam
masalah ini diperlukan pengetahuan tentang para perawi yang ada dalam tingkatan
sanad untuk menghindari kesalahan-kesalahan tersebut.
2.
Munculnya pemalsuan hadis
Hadis Nabi yang belum terhimpunn dalam suatu kitab dan kedudukan
hadis yang sangat penting dalam sumber keajaran Islam, telah dimanfaatkan
secara tidak bertanggung jawab oleh orang-orang tertentu. Mereka membuat hadis
palsu berupa pernyataan – pernyataan yang mereka katakana berasal dari Nabi,
padahal Nabi sendiri tidak pernah menyatakan demikian. Untuk itu Ilmu
Rijal Hadis banyak membicarakan biografi para periwayat hadis dan hubungan
periwayat satu dengan periwayat lainnya dalam periwayatan hadis agar
menghindari terjadinya pemalsuan hadis.
3.
Proses penghimpunan hadis ( Tadwin )
Karena takut akan kehilangan hadis, maka pada masa khalifah
diadakan pengumpulan hadis dari seluruh daerah. Dalam melakukan penghimpunan
hadis ini, diperlukan pengetahuan tentang sejarah hidup para perawi sehingga
dapat diketahui kualitas hadis yang di himpun tersebut agar tidak terjadi
ketercampuran antara hadis yang lebih baik kualitasnya dari segi sanad dengan
hadis maudu’ maupun hadis dhaif dalam penghimpunan itu.
Inilah beberapa factor yang menyebabkan di dalam Ilmu Rijal
Hadis, sejarah para periwayat menjadi objek kajian. Di sebabkan betapa
pentingnya pengetahuan tentang periwayat dalam hal-hal yang telah disebutkan
diatas.
D.
SASARAN POKOKNYA
Ilmu rijal al-hadits terdiri atas dua pokok, yaitu:
Ilmu Tarikh ar-Ruwah, yang mengenalkan kepada kita para periwayat
hadits dalam kapasitas mereka selaku periwayat hadits. Ilmu ini menerangkan
hal-ihwal periwayat, hari lahir dan wafatnya, guru-gurunya, masa dia mulai
mendengarkan hadits, orang-orang yang meriwayatkan hadits darinya, negerinya,
tempat tinggalnya, perlawatannya dalam mencari hadits, tanggal tibanya di
berbagai negeri, dia mendengar hadits dari guru-gurunya dan segala hal yang
berhubungan dengan urusan Hadits. Ilmu ini lebih banyak membicarakan biografi
para periwayat hadits dan hubungan periwayat yang satu dengan periwayat yang
lain dalam periwayatan hadits.
Ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil, yang membahas hal-ihwal periwayat hadits
dari segi dapat diterima, atau ditolak riwayatnya. Ilmu ini lebih menekankan
kepada pembahasan kualitas pribadi periwayat Hadits, khususny dari segi
kekuatan hafalannya, kejujurannya, integritas pribadinya terhadap ajaran islam
dan berbagai keterangan lainnya yang berhubungan dengan penelitian sanad
Hadits.
E.
CABANG-CABANGNYA
Dari kedua pokok ilmu rijal al-Hadits ini, muncul pula
cabang-cabang yang mempunyai ciri pembahasan tersendiri. Cabang-cabang itu
antara lain adalah:
Ilmu Tabaqat ar-Ruwah, yaitu ilmu yang mengelompokkan para
periwayat ke dalam suatu angkatan atau generasi tertentu.
Ilmu al-Mu’talif wa al-Mukhtalif, yaitu ilmu yang membahas tentang
perserupaan bentuk tulisan dari nama asli, nama samaran, dan nama keturunan
para periwayat, namun bunyi bacaannya berlainan.
Ilmu al-Muttafiq wa al-Muftariq, yaitu ilmu yang membahas tentang
perserupaan bentuk tulisan dan bunyi bacaan, namun berlainan personalianya,dan
Ilmu al-Mubhamat, yaitu ilmu yang membahas nama-nama
periwayat yang tidak disebut dengan jelas
F.
ULAMA-ULAMA YANG AHLI DAN
KITAB-KITABNYA
Dalam pembahasan tentang ilmu rijal al-Hadits, maka para Ulama
mengarang kitab dengan bentuk dan metode yang beragam,berikut pembagiannya:
1.
Kitab Tarikh ar-Ruwah
-
At-Tobaqot al-Kubro karangan
Muhammadbin Sa’ad (168-230)
-
Tazkiroh al-HUffaz karangan
az-Zahaby (w. 748H)
-
Tarikh a-Islam karangan az-Zahaby
-
Tahzib at-Tahzib karangan al-Hafiz
Syihab ad-Din Abu Fadl Ahmad bin ‘Aly (ibn Hajar al-Asqolaniy (772-852H)
-
Tarikh Bagdad karangan Abu Bakar
Ahmad bin ‘Aliy al-Baghdadiy (392-463H)
-
Al-Asma wa al-Kuna karangan Abu
Bisyr Muhammad bin Ahmad ad-Dawlaby (234-320 H)
2.
Kitab al-Jarh wa at-Ta’dil
-
Kitab as-Siqat karangan Abu al-Hasan
Ahmad bin ‘Abdullah al_Ijliy
-
Ad-Du’afa al-Kabir dan Ad-Du’afa
as-Sogir karangan Imam Muhammad bin Isma’il al-Bukhoriy (194-256H)
-
Al-Kamil fi Ad-Du’afa ar-Rijal
karangan Abu Ahmad ‘Abdillah bin ‘Adiy al-Jurjaniy (w.356 H)
Posting Komentar